Tuesday, November 26, 2013

Stay Authentic: Confessions of The Broken Generation

Sewaktu masa sekolah, kesuksesan seseorang dinilai dari nilai-nilai yang dia dapat.
Selewat masa sekolah, kesuksesan seseorang dinilai dari kekayaan yang dia miliki.
Semua orang mendambakan kebahagiaan.
Tetapi apa benar kebahagiaan hanya datang setelah kekayaan?
Kalau jawabannya tidak, lalu kenapa Anda masih mencari kekayaan?
Cari kebahagiaan mulai sekarang...


Kehidupan manusia saat ini sangat mengerikan. Anak-anak sekolah dinilai dari nilai ujian yang didapat. Orang dewasa dinilai dari kekayaan yang berhasil mereka kumpulkan.

Serangkaian proses cuci otak manusia ini dimulai dari sistem pendidikan yang menuntut agar semua murid hebat dalam semua mata pelajaran. Padahal tidak dapat dipungkiri bahwa setiap individu memiliki bakat dan minat masing-masing. Wajar kalau seseorang memiliki prestasi yang minim untuk hal yang bukan menjadi minat dan bakatnya. Tuntutan untuk berprestasi dalam mata pelajaran yang tidak disukai menyebabkan anak menjadi benci kepada pelajaran non-favoritnya yang kemudian bertumbuh menjadi ketidaksukaan untuk belajar dan sekolah. Antusiasme dan semangat belajar mereka telah dibunuh.

Idealnya pada masa sekolah dasar, anak memang diberi kurikulum general untuk memancing dan melihat minat atau bakat dari murid. Yang lebih penting lagi adalah orientasi terhadap nilai harus diubah. Pendidikan seharusnya berorientasi untuk mengembangkan mata pelajaran dengan nilai yang bagus, bukan fokus untuk menghilangkan nilai yang jelek. Orang tua harus juga berhenti menuntut anak mendapat nilai yang baik. Masyarakat juga harus berhenti menilai anak hanya dari nilai-nilai sekolahnya.

Sekolah seharusnya adalah tempat BELAJAR, bukan ajang kompetisi mengumpulkan poin ujian. Seharusnya anak diajarkan nilai-nilai kolaborasi sejak dini, bukannya menajamkan nilai kompetisi dan individualisme.

Edukator harus menaruh perhatian terhadap minat dan bakat dari anak didiknya sejak awal. Bakat dan minat ini perlu juga dikonfirmasi dengan melakukan tes dan interview. Hasil penilaian bakat dan minat ini harus disampaikan kepada orang tua murid secara berkala.

Pada tingkat pendidikan yang lebih lanjut, anak diberi kebebasan untuk memilih dan menyusun kurikulumnya sendiri. Sebelum melangkah ke jenjang pendidikan tinggi, anak juga harus diedukasi mengenai pilihan karier yang tersedia di masyarakat.

Di saat sekolah, beruntung saya memiliki orang tua yang tidak terlalu bermasalah dengan nilai sekolah yang didapat anaknya. Beruntung juga saya memiliki kecerdasan yang sedikit di atas rata-rata. Beruntung juga masa sekolah saya lewati bukan dengan terus-menerus berkutat dengan PR, text book, dan ujian. Di luar jam sekolah saya habiskan dengan bermain bola, menonton tv, membaca novel, komik, majalah, bermain game, menonton anime. Saya tersenyum dalam hati mengenang betapa kreatif dan imajinatif masa kecil saya.

Sayangnya, saya kemudian terperangkap dalam proses cuci otak level dua yang membunuh semua imajinasi dan daya kreasi saya. Proses ini dimulai saat kita aware dengan tuntutan level dua, yakni memiliki penghasilan dan kekayaan untuk kehidupan yang lebih baik. Cuci otak level dua ini dipertajam lagi dengan datangnya gelombang seminar dan edukasi mengenai financial freedom dan entrepreneurship.

Saat melangkah ke perguruan tinggi, saya bingung harus memilih jurusan apa. Saat itu, pertimbangan memilih jurusan kurang lebih didasarkan pada profesi apa yang dapat dipilih setelah wisuda nanti. Profesi yang dipilih juga ditimbang berdasarkan potensi income yang dimiliki profesi tersebut.

Saat itu, kakak saya mengusulkan kepada saya supaya mengambil jurusan teknik sipil atau akuntansi. Saat itu, saya pikir tidak ada salahnya mengikuti usulan kakak saya karena saya sendiri juga bingung hendak memilih apa. Kampus yang saya pilih karena ikut-ikutan teman ternyata tidak memiliki fakultas teknik sipil. Dengan demikian, opsi saya sekarang hanya jurusan akuntansi.

Saat tiba waktu untuk mengisi form jurusan, saya melihat kembali list dan brosur mengenai deskripsi masing-masing jurusan. Dalam waktu yang singkat, tiba-tiba saya mengambil keputusan untuk memberi checklist pada fakultas ekonomi dengan jurusan manajemen. Pertimbangan logika saya saat itu karena jurusan manajemen lebih general sehingga nantinya saya akan lebih muda berpindah industri dan perusahaan. Toh saya pun juga belum memiliki gambaran dan keputusan mengenai profesi saya kelak. Tapi, mungkin dorongan saya yang paling kuat saat itu adalah saya tidak suka pelajaran akuntansi!

Menjelang lulus sekolah menengah atas, saya mulai mengenal mengenai konsep financial freedom dan entrepreneurship. Memasuki perguruan tinggi, saya semakin tenggelam dalam ajaran-ajaran mengenai cara-cara mencapai kebebasan financial. Saya mulai mempelajari dan mempraktekkan jalan-jalan tercepat untuk meraih kekayaan dan kesuksesan. Saya mulai menetapkan tujuan-tujuan yang ingin saya raih dalam hidup. Sebagian besar semuanya berkutat dengan kekayaan dan kesuksesan yang diterima masyarakat pada umumnya. Semua yang saya pilih untuk saya kerjakan semuanya berpulang pada tujuan untuk menghasilkan kekayaan sebesar dan secepat mungkin.

Pada awalnya, keputusan yang saya ambil secara tidak sadar masih mempertimbangkan interest diri saya. Tetapi lama kelamaan saya kemudian mengambil suatu keputusan hanya berdasarkan uang yang saya terima. Awalnya tidak ada masalah karena saya bisa dibilang sukses meskipun bekerja dalam posisi yang bukan merupakan aktualisasi minat dan bakat saya. Kesuksesan memberikan saya kepercayaan diri dan kenyamanan bagi hidup saya.

Semua proses pengejaran terhadap kesuksesan dan kekayaan ini mengakibatkan saya menjadi manusia yang luar biasa efisien, individualis, dan self-oriented. Semuanya ini membunuh segenap imajinasi dan daya kreatifitas yang saya miliki. Pada saat itu, saya tidak bisa menolerir diri saya berpikir atau mengerjakan hal yang tidak ada hubungannya dengan tujuan pencapaian kekayaan saya. Saya telah melupakan caranya untuk bersenang-senang. Saya berhenti melakukan hal-hal menyenangkan yang menyita waktu saya. Saya hanya fokus terhadap tujuan kebebasan financial saya. Saya pikir akan ada waktunya bersenang-senang setelah saya telah meraih kesuksesan saya. Saya mengorbankan minat, bakat, kreatifitas, imajinasi, hubungan sosial saya demi uang.

Saya hanya bahagia apabila saya sukses. Pada satu titik, saya berhenti meraih kesuksesan. Semuanya terasa percuma. Saya tersiksa dengan pekerjaan yang sebenarnya tidak saya sukai. Performa saya menurun dan kemudian saya tidak lagi merasa sukses. Kepercayaan diri saya merosot. Saya menjadi sangat tidak bahagia karena saya tidak sukses. Sulit bagi saya untuk terus melanjutkan pekerjaan saya karena saya tidak lagi memiliki motivasi dan kepercayaan diri. Terlebih lagi dikarenakan saya telah terjebak dalam pekerjaan yang menyiksa saya. Yang lebih buruk lagi saya merasa otak saya lumpuh. Saya tidak lagi memiliki daya imajinasi dan kreatifitas. Saya tersesat dan tidak tahu apa yang harus saya lakukan dengan hidup saya.

Saya tahu saya tidak sendiri. Banyak dari kita, terutama generasi saya yang mengalami kelumpuhan kreatifitas dan imajinasi. Banyak dari kita yang menjalani hidup dengan hampa tanpa tahu apa yang harus dilakukan. Sebagian besar dikarenakan proses selama sistem pendidikan maupun pada saat bekerja dan mengejar status kebebasan finansial dan kesuksesan yang diterima oleh sistem sosial yang berlaku.

Saya berusaha keras menemukan kembali identitas diri saya yang paling otentik. Saya berhenti mengikuti standar yang berlaku di masyarakat. Saya memilih untuk melakukan apa yang saya inginkan dan membiarkan orang lain melakukan apa yang mereka inginkan. Saya berlatih untuk mendengar suara hati saya yang paling dalam. Saya berusaha mengumpulkan segenap keberanian untuk menjadi diri saya yang paling otentik. Saya mencari-cari hal yang membuat saya bahagia, apa yang sebenarnya menjadi passion saya, dan terutama dilandaskan kepada purpose hidup yang lebih besar dari sekedar meraih sejumlah kekayaan.

"Authenticity is all of the things that are uniquely yours and need expression rather than what you believe you are supposed to be and do."

Dengan demikian saya kemudian tidak akan berhenti mengerjakan apa yang merupakan passion saya. Saya akan mengerjakan lebih baik dari siapa pun karena saya mengerjakannya lebih banyak dan lebih sering dari siapa pun. Pada akhirnya, kekayaan dan kesuksesan akan mengikuti hasil pekerjaan saya yang luar biasa. Apa pun yang terjadi, saya akan tetap memiliki hidup yang benar-benar hidup karena saya telah mengerjakan apa yang membuat saya paling bahagia.

Mari bersama-sama hidupkan lagi passion, kreatifitas, dan imajinasi kita. Berhenti menjadi zombie atau budak dari sistem sosial yang berlaku. Berhenti mendengarkan suara-suara skeptis di sekeliling kita. Dengarkan suara hati karena hati sudah tahu apa yang paling kita inginkan. Stay authentic!

N.B. Saya hanya menyatakan orientasi hidup berbasis passion untuk saat ini adalah yang paling baik dan jujur untuk saya. Kalau pun Anda saat ini merasa jalan hidup yang Anda tempuh juga baik maka itu adalah jalan Anda. Yang ingin saya tekankan adalah bahwa setiap orang berbeda satu sama lain. Saya hanya berusaha mengajak kita sama-sama merenungkan kembali hidup kita dan mendengarkan suara hati kita. Semoga bermanfaat.

2 comments:

  1. saya atas nama BPK. SAMSUL dari MADURA ingin mengucapkan banyak kasih kepada MBAH KARYO,kalau bukan karna bantuannya munkin sekaran saya sudah terlantar dan tidak pernaah terpikirkan oleh saya kalau saya sdh bisa sesukses ini dan saya tdk menyanka klau MBAH KARYO bisa sehebat ini menembuskan semua no,,jika anda ingin seperti saya silahkan hubungi MBAH KARYO no ini 082301536999 saya yakin anda tdk akan pernah menyesal klau sudah berhubungan dgn MBAH KARYO dan jgn percaya klau ada yg menggunakan pesan ini klau bukan nama BPK. SAMSUL dan bukan nama MBAH KARYO krna itu cuma palsu.m

    ReplyDelete