Monday, December 16, 2013

3 Prinsip Legitimasi Kepemimpinan

Belum lama ini saya membaca buku dengan judul "David and Goliath" yang ditulis oleh Malcolm Gladwell. Dalam buku, saya menemukan prinsip-prinsip yang kiranya wajib dipegang teguh oleh semua pemimpin di semua zaman. Selama ini, orang yang berkuasa kebanyakan memimpin dengan asumsi bahwa individu atau kelompok yang dipimpinnya akan berperilaku rasional dan memperhitungkan untung ruginya dalam mematuhi suatu aturan. Dengan dasar asumsi demikian, otoritas kemudian merasa harus bertindak cukup tegas sehingga mereka berpikir dua kali untuk melanggar hukum yang ada.

Kenyataannya, seringkali pembangkangan justru terjadi karena tidak adanya legitimasi dari otoritas yang berkuasa. Untuk lebih mudah memahami mengenai legitimasi, ilustrasi di bawah ini kiranya akan membantu.

Ruangan kelas taman kanak-kanak dengan dinding berwarna cerah yang penuh dengan gambar anak. Mari kita sebut gurunya Stella. Stella duduk di kursi depan. Dia membacakan buku yang dipegangnya keras-keras: "...tujuh iris tomat," "delapan zaitun segar..." Seorang anak perempuan berdiri depan Stella, ikut membaca, dan di sekelilingnya kelas kacau. Seorang anak perempuan berjungkir balik melintas ruang kelas. Beberapa murid malah berbalik badan menghadapkan punggung ke Stella.

Jika Anda masuk ke kelas Stella, apa yang bakal Anda pikirkan? Saya duga reaksi pertama Anda adalah menganggap Stella punya murid-murid yang susah diatur. Anak-anak seperti itu perlu dikerasi. Mereka perlu aturan!

Tuesday, November 26, 2013

Stay Authentic: Confessions of The Broken Generation

Sewaktu masa sekolah, kesuksesan seseorang dinilai dari nilai-nilai yang dia dapat.
Selewat masa sekolah, kesuksesan seseorang dinilai dari kekayaan yang dia miliki.
Semua orang mendambakan kebahagiaan.
Tetapi apa benar kebahagiaan hanya datang setelah kekayaan?
Kalau jawabannya tidak, lalu kenapa Anda masih mencari kekayaan?
Cari kebahagiaan mulai sekarang...


Kehidupan manusia saat ini sangat mengerikan. Anak-anak sekolah dinilai dari nilai ujian yang didapat. Orang dewasa dinilai dari kekayaan yang berhasil mereka kumpulkan.

Serangkaian proses cuci otak manusia ini dimulai dari sistem pendidikan yang menuntut agar semua murid hebat dalam semua mata pelajaran. Padahal tidak dapat dipungkiri bahwa setiap individu memiliki bakat dan minat masing-masing. Wajar kalau seseorang memiliki prestasi yang minim untuk hal yang bukan menjadi minat dan bakatnya. Tuntutan untuk berprestasi dalam mata pelajaran yang tidak disukai menyebabkan anak menjadi benci kepada pelajaran non-favoritnya yang kemudian bertumbuh menjadi ketidaksukaan untuk belajar dan sekolah. Antusiasme dan semangat belajar mereka telah dibunuh.

Idealnya pada masa sekolah dasar, anak memang diberi kurikulum general untuk memancing dan melihat minat atau bakat dari murid. Yang lebih penting lagi adalah orientasi terhadap nilai harus diubah. Pendidikan seharusnya berorientasi untuk mengembangkan mata pelajaran dengan nilai yang bagus, bukan fokus untuk menghilangkan nilai yang jelek. Orang tua harus juga berhenti menuntut anak mendapat nilai yang baik. Masyarakat juga harus berhenti menilai anak hanya dari nilai-nilai sekolahnya.

Sekolah seharusnya adalah tempat BELAJAR, bukan ajang kompetisi mengumpulkan poin ujian. Seharusnya anak diajarkan nilai-nilai kolaborasi sejak dini, bukannya menajamkan nilai kompetisi dan individualisme.

Friday, November 22, 2013

Inspiring Graduation Speech Againts Our Education System

Berikut adalah pidato berjudul "Here I Stand" yang disampaikan wisudawan terbaik Erica Goldson pada acara wisuda di Coxsackie-Athens High School, New York, tanggal 25 Juni 2010.

Ada sebuah kisah tentang seorang murid Zen yang masih muda tetapi tekun bertanya kepada gurunya, "Jika saya bekerja sangat keras dan tekun, berapa lama waktu yang dibutuhkan bagi saya untuk menemukan Zen? Master memikirkan hal ini, kemudian menjawab, "Sepuluh tahun." Murid itu kemudian berkata, "Tapi bagaimana kalau saya bekerja sangat, sangat keras dan benar-benar melatih diri supaya belajar dengan cepat - Berapa lama waktu yang saya butuhkan?" Jawab Guru, "Nah, dua puluh tahun." 

"Tapi, jika saya benar-benar, benar-benar bekerja keras, berapa lama waktu yang saya butuhkan?" tanya si murid."Tiga puluh tahun," jawab sang Guru. "Tapi, saya tidak mengerti," kata murid dengan kecewa. "Setiap saya mengatakan akan bekerja lebih keras, Anda mengatakan bahwa saya akan membutuhkan waktu lebih lama. Mengapa Anda berkata begitu?"
 Jawab Guru,"Bila Anda memiliki satu mata pada tujuan, Anda hanya memiliki satu mata di jalan."