Sewaktu masa sekolah, kesuksesan seseorang dinilai dari nilai-nilai yang dia dapat.
Selewat masa sekolah, kesuksesan seseorang dinilai dari kekayaan yang dia miliki.
Semua orang mendambakan kebahagiaan.
Tetapi apa benar kebahagiaan hanya datang setelah kekayaan?
Kalau jawabannya tidak, lalu kenapa Anda masih mencari kekayaan?
Cari kebahagiaan mulai sekarang...
Kehidupan
manusia saat ini sangat mengerikan. Anak-anak sekolah dinilai dari
nilai ujian yang didapat. Orang dewasa dinilai dari kekayaan yang
berhasil mereka kumpulkan.
Serangkaian proses cuci otak
manusia ini dimulai dari sistem pendidikan yang menuntut agar semua
murid hebat dalam semua mata pelajaran. Padahal tidak dapat dipungkiri
bahwa setiap individu memiliki bakat dan minat masing-masing. Wajar
kalau seseorang memiliki prestasi yang minim untuk hal yang bukan
menjadi minat dan bakatnya. Tuntutan untuk berprestasi dalam mata
pelajaran yang tidak disukai menyebabkan anak menjadi benci kepada
pelajaran non-favoritnya yang kemudian bertumbuh menjadi ketidaksukaan
untuk belajar dan sekolah. Antusiasme dan semangat belajar mereka telah
dibunuh.
Idealnya pada masa sekolah dasar, anak memang
diberi kurikulum
general untuk memancing dan melihat minat atau
bakat dari murid. Yang lebih penting lagi adalah orientasi
terhadap nilai harus diubah. Pendidikan seharusnya berorientasi untuk
mengembangkan mata pelajaran dengan nilai yang bagus, bukan fokus untuk
menghilangkan nilai yang jelek. Orang tua harus juga berhenti menuntut
anak mendapat nilai yang baik. Masyarakat juga harus berhenti menilai
anak hanya dari nilai-nilai sekolahnya.
Sekolah
seharusnya adalah tempat
BELAJAR, bukan ajang kompetisi mengumpulkan
poin ujian. Seharusnya anak diajarkan nilai-nilai kolaborasi sejak dini,
bukannya menajamkan nilai kompetisi dan individualisme.